Pada suatu masa, hiduplah seorang pemuda perantau. Dari ujung utara ke
ujung selatan sudah habis dijelajahinya. Banyak pengalaman hidup yang
telah diperolehnya. Banyak hal yang telah dicobanya, tak peduli itu baik
ataupun buruk, hingga suatu hari ia tiba di sebuah desa yang begitu
sepi. Tempat pertama yang dikunjunginya adalah padang rumput yang begitu
segar.
Baru saja ia hendak duduk, seekor domba menghampirinya. Rupanya domba
itu mengincar rumput segar di sebelah pemuda tersebut. Begitu melihat
domba yang putih bersih itu. Terbesitlah keinginan si pemuda untuk
menjadikan hewan tersebut teman seperjalanannya. Ia yang memang menyukai
domba. Namun, adakah yang memiliki domba ini? Bagaimana kalau kuambil
saja? Terbetik niat buruk tersebut dalam hatinya.
“Aku menginginkan dombamu itu.” Gumamnya pelan di samping sang domba.
Tanpa diduga, tiba-tiba domba itu berbicara. “Siapa kau?”
Sang pemuda pun terkejut namun segera menguasai diri. “Aku pemuda dari
perantauan.” ucapnya. “Aku menginginkanmu. Bagaimana kalau kau ikut aku
berkeliling dunia?”
“Tidak. Aku tidak bisa pergi tanpa seizin pemilikku. Apalagi kau orang
asing bagiku.” Jawab si domba sambil terus mengunyah rumput. “Apa yang
bisa kau perbuat?”
Pemuda itu menggeleng. “Entahlah. Yang jelas aku menginginkanmu, wahai domba.”
“Baiklah, kalau begitu temui pemilikku. Rumahnya ada di pelosok kota.”
“Hah, buang-buang waktu saja aku pergi ke rumahnya!” pikir si pemuda.
“Beliau di sana, aku di sini. Terlalu jauh. Ayolah, ikut aku, aku
berjanji akan merawatmu. Kita akan bersenang-senang bersama.” Bujuk si
pemuda.
“Hei, anak muda, aku masih haram untuk kau bawa pergi selama kau belum
menemui pemilikku. Temui pemilikku dan mintalah aku dengan cara yang
baik, dengan begitu aku halal untukmu.”
Pemuda itu mendengus. “Tak bisakah kau mengerti? Aku sangat menginginkanmu.”
“Jangan hanya berkata-kata saja. Temui pemilikku atau lupakan aku!”
tegas sang domba. Domba betina itu pun menjauh, menuju gerombolan domba
lainnya.
“Ya sudah, pergi saja sana. Masih banyak domba lain yang lebih baik.” dumel si pemuda dengan penuh rasa kesal.
Si pemuda pun melanjutkan perjalanannya. Kali ini tujuannya adalah
mencari domba sejenis yang pernah diinginkannya. Sepanjang hari ia terus
berjalan dan berjalan. Disusurinya desa demi desa, menyusuri kota demi
kota, berharap menemukan domba yang sama. Memang banyak domba yang
ditemuinya, namun tak satu pun serupa dengan domba yang dulu.
Pemuda itu duduk lemas di bawah sebuah pohon. Waktunya habis di
perjalanan panjang yang tak membuahkan hasil. Seketika itu pula
timbullah rasa penyesalan dirinya yang tak mau memanfaatkan kesempatan
untuk mendapatkan domba yang dulu. Ia sungguh merasa menjadi seorang
pecundang.
“Sungguh aku merasa menyesal. Mengapa dulu tak kutemui saja pemilik domba itu?” ia terus meratapi diri.
Merasa apa yang dilakukannya itu adalah sia-sia belaka, akhirnya ia
memutuskan kembali ke padang rumput yang dulu. Sesampainya di sana, ia
kembali bertemu dengan sang domba.
“Hei, domba, kali ini aku datang untuk menemui pemilikmu.”
Sang domba terperangah. Belum sempat ia berkata-kata, sang pemuda
kembali berseru. “Aku menginginkan domba yang dulu. Maukah kau
menunjukkan rumah sang pemilik padaku? Aku akan menemuinya segera.”
Tiba-tiba dari arah berlawanan, datanglah seorang pemuda lainnya yang
jauh lebih gagah dan tampan. “Anak muda, kau terlambat. Domba yang kau
inginkan sudah berpindah tangan. Seorang pemuda datang menemui
pemiliknya. Ia bekerja untuk sang pemilik dan mendapatkan domba yang kau
inginkan.”
“Siapakah pemuda itu?”
“Aku.” Jawabnya. “Aku tak akan mengizinkan kau untuk menyentuhnya
sedikit pun sebab ia telah sah menjadi milikku dan tak akan kuberikan
pada siapa pun.”
Pemuda itu begitu terkejut mendengarnya. Rasa penyesalan semakin
menghinggapi dirinya. Berbagai tudingan dalam hatinya mencerca dirinya.
Mengapa, mengapa, mengapa?
“Jangan bertanya mengapa,” sang pemuda kedua seolah mengetahui apa yang
dipikirkan si pemuda. “Itulah keputusan yang sudah kau buat. Lain kali,
selagi kau punya kesempatan, manfaatkan dengan baik. Untuk mendapatkan
sesuatu diperlukan pengorbanan, bukan hanya omong kosong belaka. Harus
kau camkan itu.”
Sang pemuda kedua membawa domba itu pergi menjauh dari pemuda pertama.
Ikhwah fillah, apa yang dapat kita petik dari cerita di atas?
Ya, sesuai dengan yang dituturkan pemuda kedua, bahwasanya dalam
menginginkan sesuatu tidak selayaknya kita hanya berucap saja. Namun,
harus pula diiringi dengan perbuatan/usaha sebab itulah yang akan
dinilai Allah. Jadilah pribadi yang berani, selama dalam syariatNya.
Kunci dari pencapaian sesuatu adalah ikhtiar, berusaha sambil berdoa.
Dengan begitu, niscaya Allah akan meridhainya. Aamiin ya Rabbal
alaamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar