Yuan kemudian memakai baju barunya dengan pose secantik
mungkin dan berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha
tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang
mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang
bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar
daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin. Setelah mengetahui
keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah
laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail.
Cerita
tentang anak yang berumur 8 tahun yang mengatur pemakamaannya sendiri
akhirnya menyebar ke seluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang
tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai
satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia. Mereka mengirim e-mail ke
seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini. Hanya dalam waktu
sepuluh hari, dari perkumpulan orang Tionghoa di dunia saja telah
mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Setelah
itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan, tetapi dana terus mengalir
dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah siap
untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan
juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan. Ada
seorang teman di-email bahkan menulis, “Yu Yuan anakku yang tercinta
saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya
mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh
besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta.”
Pada tanggal 21
Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian
akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat
jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan
hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita di
dalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring
di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang
kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata bahwa dalam
perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat.
Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan
tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan
sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya,
tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak
meneteskan air mata. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk
menjadi anak perermpuannya, air mata Yu Yuan pun mengalir tak
terbendung. Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan
malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama.
Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, kemudian dengan tersenyum menjawab, “Anak yang baik”.
Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu
Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk
Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari e-mail.
Selama
dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos
sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan di pencernaan dan
selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu
Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang pun menunggu kabar baik dari
kesembuhan Yu Yuan. Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat
terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak
leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati
operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah.
Pada tanggal
20 Agustus Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan, “Tante, kenapa
mereka mau menyumbang dana untuk saya? Wartawan tersebut menjawab, “Karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudian berkata, “Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati”. Wartawan itu lalu menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik.” Yu Yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. “Tante ini adalah surat wasiat saya.”
Fu
yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan
telah mengatur tentang pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak
yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan
di atas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi
enam bagian, dengan pembukaan, “Tante Fu Yuan”, dan diakhiri dengan, “Selamat tinggal Tante Fu Yuan.”
Dalam
satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan
sebutan singkat tante wartawan. Di belakang ada enam belas sebutan dan
ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong… dan dia juga ingin
menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang- orang yang
selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar, “Sampai jumpa
tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Sedikit
dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya dan katakan
ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya
pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya,
biar mereka lekas sembuh.” Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya. “Saya pernah datang, saya sangat patuh,” demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan.
Pada
tanggal 22 agustus, karena pendarahan di pencernaan hampir satu bulan,
Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk
bertahan hidup. Mula-mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil
mie instan dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu
Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan
pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat
pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut
menangis. Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi
tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena
penyakit tersebut akhirnya meninggal dunia. Semua orang tidak bisa
menerima kenyataan gadis kecil yang cantik lagi suci yang berhati mulia.
Ia telah pergi ke dunia lain. Di kecamatan She Chuan, sebuah email pun
dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang
mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang
ditumpuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah ‘malaikat kecil’ di atas langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah…. ”
Pada
tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis.
Di depan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar
kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal
oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena
leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa
mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu
Yuan. Di depan makamnya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang
tertawa. Di atas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh”
(30 Nov 1996 – 22 Agust 2005). Di belakangnya terukir perjalanan
singkat riwayat hidup Yu Yuan. Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana
540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia
lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah :
Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang
Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga
tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan
kematian. Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan
dari Yu Yuan di Rumah Sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi.
Senyuman yang mengambang pun terlukis di raut wajah anak tersebut. “Saya
telah menerima bantuan dari kehidupanmu, terima kasih adik Yu Yuan
kamu pasti sedang melihat kami di atas sana. Jangan risau, kelak di
batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata “Aku pernah
datang dan aku sangat patuh”.
Demikianlah
sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak kecil yang
berjuang bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi kematian akibat
sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan dan ketulusan serta baktinya
kepada orangtuanya, akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari
kalangan dunia. Walaupun hidup serba kekurangan, dia bisa memberikan
kasihnya terhadap sesama.
Ini contoh bagi kita untuk mampu
melakukan hal yang sama, berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama,
dan memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang
membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi
seorang Pengasih.
Ada
satu kepastian diantara ketidakpastian dalam kehidupan manusia, secara
sadar atau tidak, manusia sesungguhnya menuju kepada-Nya. Tidak
perduli apakah ia siap atau tidak, tua atau muda, cepat atau lambat.
Bagi sebagian manusia, ia hanyalah proses alamiah dalam sebuah
kehidupan. Menjadi akhir peristirahatan dari segala kegalauan. Bagi
sebagian lain ia adalah awal dari sebuah kehidupan. Itulah "KEMATIAN".
Pokoknya, setiap yang berjiwa baik itu manusia, hewan, tumbuhan dan lain
sebagainya akan merasakan mati, sebagaimana yang difirmankan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala,“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati...”
(Ali Imaran ayat 185). Di lain ayat, Allah menerangkan bahwa kematian
itu terjadi atas izin-Nya sebagai sebuah ketetapan yang telah
ditentukan waktunya, sebagaimana firman-Nya, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya...” (Ali Imran ayat 145)
Ibarat
sebuah sungai, muaranya merupakan merupakan pintu gerbang samudra.
Begitu pula dengan kematian, ia adalah muara bagi pintu gerbang samudra
kehidupan yang luas dan kekal.
Sesungguhnya manusia telah
memilih bagaimana akhir kehidupannya. Dan pilihan itu ada pada
bagaimana ia menjalani kehidupannya. Sebagaimana ia menjalani
kehidupannya seperti itulah kemungkinan besar ia akan menghadapi
kematiannya. Karena sesungguhnya dengan menjalani kehidupan berarti
kita sedang berjalan menuju kematian kita. Katakanlah sesungguhnya
kematian yang kamu semua melarikan diri darinya itu, pasti akan menemui
kamu, “kemudian kamu semua akan dikembalikan ke Dzat yang Maha Mengetahui segala yang ghaib serta yang nyata”’ ( Jum’ah ayat 8). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, meskipun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” (An-Nisa ayat 78).
Kematian
adalah sesuatu yang pasti akan terjadi dan akan menima kepada setiap
yang berjiwa. Yang jadi masalah adalah tidak ada yang tahu kapan
kematian itu akan menimpa, Rasulullah sendiri pun tidak diberitahu
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tinggal bagaimana diri kita dalam
mempersiapkan diri ini untuk menghadapi kematian yang akan mendatangi
kita. ”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Ali Imran ayat 102).
Kita
umat manusia sesungguhnya diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
hanya untuk mengabdi atau beribadah saja. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
(Adz-Dzariyaat ayat 56). Ayat ini menunjukkan bahwa kita umat manusia
sesungguhnya diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya untuk
mengabdi atau beribadah saja. Namun kebanyakan manusia menjadi lengah,
teledor dan bahkan ada yang sengaja melupakan kewajiban beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Orang-orang yang berfikir
secara kerdil dan menjatuhkan diri kepada keduniawian akan berlari
dengan segala kemampuan yang ada dari kematian. Kematian merupakan
momok yang menakutkan yang akan mengambil segala yang telah diusahakan
selama hidupnya. Padahal jauh berabad-abad dahulu Rosulullah telah
mengingatkan, “Perbanyaklah mengingat-ingat sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan (kematian)”.
(HR. Tirmidzi). Pada jaman sekarang ini, manusia kebanyakan
berlomba-lomba dalam kemegahan, menumpuk-numpuk harta, mereka tidak akan
merasa puas, kecuali maut datang menjemputnya sebagaimana disitir
dalam firman Allah : “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur”
(Al-Takaatsur ayat 1-2). Ingatlah, kita semua akan mati, dikubur dan di
dalam kubur bila amal kita baik selama di dunia, kita akan mendapat
kenikmatan. Namun, jika kita termasuk golongan kaum yang mungkar, fasik,
menafik maka siksa kubur sangat dahsyat. Sementara manusia-manusia
yang cerdas menjadikan kehidupannya bukan hanya sebagai sarana
menghadapi dan mempersiapkan kematian, namun menjemput kematian melalui
seni kematian. Paradigma seni kematian memang
masih aneh dalam fikiran masyarakat saat ini. Kematian hanyalah
kematian. Bagaimana mungkin sesuatu yang nafsu membenci bertemu
dengannya menjadi sesuatu yang jiwa bergairah berjumpa dengannya?
Inilah salah satu ajaran Islam yang agung, mengatur dari hal-hal kecil
kehidupan sampai bagaimana menjemput kematian dalam koridor-Nya.
Dalam
kehidupan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kepada sebagian
orang, nikmat yang banyak, malah kadang-kadang sampai melimpah ruah.
Nikmat itu adakalanya berupa kesehatan, kekayaan, kemampuan dan
lain-lain. Sebagai tanda syukur terhadap nikmat-nikmat yang tak
terhingga jumlahnya itu, sudah sewajarnyalah jika manusia
mempergunakannya untuk perbuatan-perbuatan kebajikan.
Dalam
Al-Qur'an banyak sekali dijumpai ayat-ayat yang mendorong supaya
mengerjakan kebajikan, salah satu diantaranya Surat Al-Baqarah ayat
148, “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia
menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat)
kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian (pada hari kiamat). Sesunguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak orang yang
memperoleh nikmat atau kelebihan itu justru dipergunakan untuk
perbuatan-perbuatan kejahatan. Betapa banyak orang-orang kaya yang
memprgunakan nikmat yang dikaruniakan kepadanya untuk melampiaskan hawa
nafsunya. Ada juga orang-orang yang berkuasa untuk menumpuk
kejahatannya atau sekurang-kurangnya memberi kesempatan untuk mendorong
dan mengembangkan kejahatannya, padahal dia berwenang untuk
mencegahnya.
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Sahal bin Sa'ad menyatakan, "Kebajikan
itu adalah laksana suatu perbendaharaan. Tiap-tiap perbendaharaan
mempunyai anak kunci. Berbahagialah manusia yang diberikan Allah
Subhanahu wa Ta’ala anak kunci pembuka kebajikan dan pengunci bagi
kejahatan. Celakalah manusia yang memegang anak kunci pembuka kejahatan
dan pengunci (penutup) kebaikan". Marilah kita berlomba-lomba
mengejar kebajikan (fastabiqul khairot). Dan dalam mengejar kebajikan
itu bukanlah terbatas mengenai masalah ibadah dan amal sholeh saja, akan
tetapi semua perbuatan, sikap dan tindakan yang baik atau mendatangkan
kebaikan kepada orang lain atau masyarakat.
Dalam
hubungan ini, Sayid Sabiq dalam bukunya "Islamuna" merinci perbuatan
kebajikan adalah taat kepada Allah, membiasakan pekerjaan-pekerjaan
yang berfaedah, berlaku ikhlas, berniat baik, melakukan kebaikan
terhadap keluarga, mengeluarkan perkataan yang baik-baik, pendeknya
tiap-tiap perbuatan yang menguntungkan kepada orang lain dan
masyarakat.
Wallahu’alam Bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar