Laman

Sabtu, 27 Februari 2016

Autumn In Paris



Penulis: Illana Tan
Novel versi pdf

Awalnya, mereka bertemu secara tidak disengaja. Ternyata, Tatsuya adalah teman dari kakak angkat Tara. Merekapun menjadi semakin dekat dan cocok tanpa disangka-sangka.


Masa-masa indah mereka lalui bersama, berjalan-jalan ke tempat-tempat indah di Paris, melihat pemandangan kota Paris yang romantis. Namun sayangnya, kekejaman takdir kehidupan membuat mereka berada dalam suatu dilemma.

Masa lalu mereka yang tidak dapat diubah, menghancurkan cinta mereka.
Sebuah kejadian telah membuka tirai masa lalu...

Tatsuya harus menjauhkan diri dari Tara, walaupun ia merasa itu sangat sulit. Kenyataan yang pahit telah membuatnya bimbang. Sampai akhirnya Tara juga mengetahui kenyataan pahit tersebut... dan cinta mereka berada di dalam cobaan yang berat... Jalan yang buntu.


Novel ini merupakan salah satu Novel yang patut untuk dibaca. Ceritanya memang menyedihkan dan mengharukan, namun tidak cengeng. Romantisme juga terasa sekali di dalam novel ini. Seperti saat Tatsuya menuliskan perasaan di dalam surat dan mengirimkannya ke radio. So, baca atau download saja novel Autumn in Paris disini...


Summer in Seoul

Penulis: Illana Tan


Jung Tae-Woo seorang penyanyi muda yang terkenal di Korea Selatan. Setelah 4 tahun menghindari showbiz, ia kembali muncul untuk meramaikan dunia entertainment. Sambutan penggemar tetap antusias seperti dulu. Namun, media massa malah menggosipkan dirinya gay karena tidak pernah terlihat bersama seorang wanita. Untuk membantah gosip tersebut manajernya menyusun ide untuk membuat Tae-woo terfoto bersama wanita dalam kencan rahasia. Pertanyaannya adalah, siapa wanita yg mampu memoranda gadis misterius Tae-woo?

Sandy a.k.a Han Soon-hee gadis blasteran Indonesia-Korea kebal sama sekali dengan pesona Tae-woo sebagai seorang penyanyi yg begitu dikagumi banyak orang. Secara kebetulan, ia bertemu Tae-woo karena handphone mereka tertukar. Kemudia, terfoto oleh paparazzi dan timbul gosip baru bahwa dia pacar Tae-woo.

Sabtu, 06 Februari 2016

Harry Potter And The Chamber Of Screts Seri 2

 Harry Potter Dan Kamar Rahasia 2


11. Klub Duel


KETIKA Harry terbangun pada hari Minggu pagi, kamarnya dipenuhi sinar matahari musim dingin dan lengannya sudah bertulang lagi, tetapi sangat kaku. Dia segera duduk dan menoleh ke tempat tidur Colin, tetapi ternyata di antara tempat tidurnya dan tempat tidur Colin telah dipasangi tirai tinggi, yang kemarin dipasang untuk melindunginya berganti pakaian. Me-lihat Harry sudah bangun, Madam Pomfrey datang membawa nampan sarapan dan mulai menekuk dan menarik lengan, tangan, dan jari-jarinya.
"Semua bagus," katanya, ketika Harry dengan cang-gung menyuapkan bubur dengan tangan kirinya. "Se-sudah makan, kau boleh pulang."
Harry berpakaian secepat dia bisa dan bergegas ke Menara Gryffindor. Dia sudah ingin sekali bercerita kepada Ron dan Hermione soal Colin dan Dobby, tetapi ternyata mereka tak ada di sana. Harry pergi lagi untuk mencari mereka, dalam hati bertanya-tanya ke mana kiranya mereka dan merasa agak sakit hati karena mereka tidak ingin tahu apakah tulangnya bisa tumbuh lagi atau tidak.
Saat Harry melewati perpustakaan, Percy Weasley keluar dari situ. Dia kelihatan jauh lebih riang dari-pada ketika terakhir kali mereka bertemu.
"Oh, halo, Harry," sapanya. "Terbangmu hebat sekali kemarin, benar-benar luar biasa. Gryffindor memimpin dalam perolehan angka untuk Piala Asrama—kau men-dapat lima puluh angka!"
"Kau tidak melihat Ron atau Hermione?" tanya Harry.
"Tidak," kata Percy, senyumnya memudar.
"Mudah-mudahan Ron tidak berada di toilet anak perempuan yang lain..."
Harry memaksakan tawa, mengawasi Percy meng-hilang, dan kemudian langsung menuju toilet Myrtle Merana. Dia tak melihat alasan kenapa Ron dan Hermione akan berada di sana lagi, tetapi setelah memastikan bahwa tak ada Filch maupun Prefek, dia membuka pintunya dan mendengar suara mereka dari dalam bilik terkunci.
"Ini aku," katanya seraya menutup pintu di bela-kangnya. Terdengar bunyi debam, cebur, dan pekik kaget tertahan dari dalam bilik, dan dilihatnya mata Hermione mengintip dari lubang kunci.
"Harry!" serunya. "Kau membuat kami kaget sekali. Masuklah—bagaimana lenganmu?"
"Baik," kata Harry, menyelinap masuk ke dalam bilik. Sebuah kuali tua bertengger di atas kloset, dan bunyi berderak di bawah tepi kuali membuat Harry tahu mereka telah menyalakan api di bawahnya. Me-nyihir api yang bisa dibawa- bawa dan tahan air adalah keahlian Hermione.
"Kami tadinya mau menengokmu, tapi kemudian memutuskan untuk langsung mulai merebus Ramuan Polijus," Ron menjelaskan, ketika Harry dengan susah payah mengunci pintu bilik lagi. "Kami memutuskan ini tempat paling aman untuk menyembunyikannya."
Harry baru mulai bercerita tentang Colin, tetapi Hermione menyelanya. "Kami sudah tahu, kami men-dengar Profesor McGonagall memberitahu Profesor Flitwick tadi pagi. Itulah sebabnya kami memutuskan lebih baik kita segera mulai saja..."
"Lebih cepat kita mendengar pengakuan Malfoy, lebih baik," kata Ron geram. "Tahukah kalian apa pendapatku? Dia marah sekali setelah pertandingan Quidditch itu, lalu membalasnya pada Colin."
"Ada lagi yang lain," kata Harry, mengawasi Hermione membuka ikatan knotgrass dan melempar-kannya ke dalam kuali. "Dobby datang mengunjungi-ku tengah malam."
Ron dan Hermione menengadah keheranan. Harry menceritakan kepada mereka semua yang diceritakan Dobby— atau yang tidak diceritakannya. Ron dan Hermione mendengarkan dengan mulut ternganga.
"Kamar Rahasia sudah pernah dibuka sebelumnya?" kata Hermione.
"Jelas kalau begitu," kata Ron dengan nada penuh kemenangan. "Lucius Malfoy pastilah telah membuka Kamar Rahasia waktu dia bersekolah di sini dan seka-rang dia memberitahu anak kesayangannya, si Draco, bagaimana caranya. Jelas sekali. Sayang sekali Dobby tidak memberitahumu monster seperti apa yang ada di dalamnya. Aku penasaran, bagaimana mungkin tak ada orang yang melihatnya berkeliaran di sekolah."
"Mungkin dia bisa membuat dirinya tidak kelihatan," kata Hermione, menekan lintah-lintah ke dasar kuali. "Atau mungkin dia menyamar—pura-pura jadi baju zirah atau entah apa. Aku sudah baca tentang Hantu Bunglon..."
"Kau terlalu banyak membaca, Hermione," kata Ron sambil menuangkan serangga sayap-renda mati di atas lintah-lintah. Dia meremas kantong serangga yang sudah kosong dan berpaling menatap Harry.
"Jadi, Dobby menghalangi kita naik kereta api dan mematahkan lenganmu..." Ron geleng-geleng. "Tahu tidak, Harry? Kalau dia tidak berhenti berusaha me-nyelamatkan hidupmu, dia akan membunuhmu."
Berita bahwa Colin Creevey diserang dan sekarang terbaring bagai mayat di rumah sakit sudah menyebar ke seluruh sekolah pada hari Senin pagi. Suasana mendadak penuh desas-desus dan kecurigaan. Murid-murid kelas satu sekarang ke mana-mana be-rombongan, seakan mereka takut akan diserang kalau berani berjalan sendirian.
Ginny Weasley, yang duduk di sebelah Colin Creevey dalam pelajaran Jimat dan Guna-guna, bi-ngung dan ketakutan. Tetapi Harry merasa cara Fred dan George menghiburnya malah membawa hasil yang sebaliknya. Fred dan George bergiliran menyihir diri mereka menjadi berbulu atau dipenuhi bisul dan melompat mengagetkan Ginny dari balik patung-patung. Mereka baru berhenti ketika Percy, yang sa-ngat marah, berkata bahwa dia akan menulis kepada Mrs Weasley dan memberitahunya bahwa Ginny di-hantui mimpi buruk.
Sementara itu, tanpa sepengetahuan para guru, per-dagangan jimat, amulet, dan berbagai sarana per-lindungan, melanda sekolah dengan amat seru. Neville Longbottom membeli bawang hijau besar berbau bacin, kristal runcing ungu, dan ekor-kadal busuk sebelum anak-anak Gryffindor lainnya mengingatkan bahwa dia tidak dalam bahaya: dia berdarah-murni, karena itu tak mungkin diserang.
"Filch adalah yang pertama mereka serang," katanya, wajahnya yang bundar ketakutan, "dan semua tahu aku bisa dibilang nyaris Squib."
Dalam minggu kedua Desember Profesor McGonagall berkeliling seperti biasanya, mendaftar nama-nama mereka yang akan tinggal di sekolah selama liburan Natal. Harry, Ron, dan Hermione mendaftar. Mereka sudah mendengar bahwa Malfoy juga akan tinggal.
Bagi mereka ini sangat mencurigakan. Liburan me-rupakan saat yang paling tepat untuk menggunakan Ramuan Polijus dan mencoba mengorek pengakuan darinya.
Sayangnya, ramuan itu baru separo selesai. Mereka masih membutuhkan tanduk Bicorn dan kulit ular pohon, dan satu- satunya tempat mereka bisa men-dapatkan keduanya adalah lemari pribadi Snape. Harry sendiri merasa dia lebih suka menghadapi monster legendaris Slytherin daripada tertangkap Snape sedang merampok kantornya.
"Yang kita perlukan," kata Hermione tegas, ketika sudah hampir tiba saatnya mereka mengikuti dua jam pelajaran Ramuan, "adalah pengalihan perhatian. Kemudian salah satu dari kita menyelinap ke dalam kantor Snape dan mengambil yang kita perlukan."
Harry dan Ron memandang Hermione dengan cemas.
"Kurasa lebih baik aku yang melakukan pencurian," Hermione melanjutkan dengan tegas. "Kalian berdua akan dikeluarkan jika membuat kesalahan lain, sedang-kan reputasiku masih bersih. Jadi yang perlu kalian lakukan hanyalah menimbulkan cukup kegaduhan untuk membuat Snape sibuk selama kira-kira lima menit."
Harry tersenyum lemah. Sengaja membuat ke-gaduhan di kelas Ramuan Snape sama amannya de-ngan menusuk mata naga tidur.
Pelajaran Ramuan bertempat di salah satu ruang bawah tanah yang luas. Pelajaran sore itu berlangsung seperti biasa.
Dua puluh kuali berdiri menggelegak di antara meja-meja, yang di atasnya ada timbangan kuningan serta stoples-stoples bahan. Snape hilir-mudik menembus asap, melontarkan komentar-komentar menyengat tentang hasil anak-anak Gryffindor, sementara anak-anak Slytherin terkikik-kikik senang. Draco Malfoy, murid favorit Snape, ber-kali-kali mengarahkan matanya yang menonjol seperti mata ikan kepada Ron dan Harry, yang tahu betul kalau mereka membalas, mereka akan langsung men-dapat detensi sebelum mereka sempat berkata "tidak adil".
Ramuan Pembengkak Harry terlalu cair, tetapi pikirannya dipenuhi hal-hal lain yang jauh lebih pen-ting. Dia sedang menunggu kode dari Hermione, dan nyaris tidak mendengarkan ketika Snape berhenti di kualinya, mencemooh ramuannya yang encer. Ketika Snape sudah berbalik dan pergi untuk mengomeli Neville, Hermione memandang Harry dan mengang-guk.
Harry dengan gesit membungkuk di balik kualinya, menarik keluar sebuah kembang api Filibuster milik Fred dari kantongnya dan mengetuknya sekali dan cepat dengan tongkatnya. Kembang api itu mulai mendesis. Tahu dia hanya punya waktu beberapa detik, Harry menegakkan diri, membidik, dan me-lemparkannya ke udara. Kembang api itu mendarat tepat di dalam kuali Goyle.
Ramuan Goyle meledak, mengguyur seluruh kelas. Anak- anak menjerit ketika percikan Ramuan Pem-bengkak menciprati mereka. Malfoy bahkan tersiram wajahnya dan hidungnya langsung membengkak se-besar balon. Goyle terhuyung-huyung, tangannya me-nutupi matanya, yang sudah membesar seukuran piring, sementara Snape berusaha menenangkan me-reka dan mencari tahu apa yang terjadi. Di tengah kegemparan itu Harry melihat Hermione diam-diam menyelinap keluar dari pintu.

Harry Potter And The Chamber Of Screts Seri 2

 Harry Potter Dan Kamar Rahasia 1

Harry Potter And The Chamber Of Screts
J.K. Rowling

Harry Potter Dan Kamar Rahasia

1. Ulang Tahun Paling Buruk


BUKAN untuk pertama kalinya pertengkaran meledak di meja makan rumah Privet Drive nomor empat. Sebelumnya Mr Vernon Dursley telah terbangun pagi-pagi buta oleh bunyi uhu-uhu keras dari kamar ke-ponakannya, Harry.
"Untuk ketiga kalinya minggu ini!" raungnya. "Kalau kau tidak bisa mengontrol burung hantu itu, dia harus pergi!"
Harry mencoba, sekali lagi, untuk menjelaskan. "Dia bosan," katanya. "Dia biasa beterbangan di luar. Kalau aku boleh melepasnya di malam hari..."
"Apa aku kelihatan bbdoh?" kata Paman Vernon geram, seserpih telur goreng bergantung pada kumis-nya yang lebat.
"Aku tahu apa yang akan terjadi kalau burung hantu itu dibiarkan lepas."
Dia bertukar pandang geram dengan istrinya, Petunia.
Harry mencoba berargumentasi, tetapi kata-katanya tenggelam oleh sendawa Dudley yang keras dan pan-jang. Dudley adalah anak Mr dan Mrs Dursley.
"Aku mau tambah daging asap."
"Masih banyak di wajan, Manis," jawab Bibi Petunia, matanya terharu menatap anak laki-lakinya yang supergemuk.
"Kami harus memberimu makan banyak-banyak selagi ada kesempatan... aku tak senang men-dengar tentang makanan di sekolahmu..."
"Omong kosong, Petunia, aku tak pernah kelaparan waktu aku di Smeltings," kata Paman Vernon mem-protes. "Dudley mendapat cukup makanan. Ya kan, Nak?"
Dudley, yang luar biasa gemuknya sampai pantatnya melimpah di kiri-kanan kursi dapur, menyeringai dan menoleh kepada Harry.
"Ambilkan wajannya."
"Kau lupa kata sihirnya," kata Harry jengkel.
Dampak kalimat sederhana pada keluarga itu sung-guh luar biasa. Dudley tersedak dan terjatuh dari kursinya keras sekali sampai menggetarkan seluruh dapur. Mrs Dursley menjerit dan menutup mulutnya. Mr Dursley melompat bangun, urat- urat berdenyutan di pelipisnya.
"Maksudku kata 'tolong'!" kata Harry cepat-cepat. "Aku tidak bermaksud..."
"BUKANKAH SUDAH KULARANG," gelegar pamannya dari seberang meja, "MENGUCAPKAN KATA 'S' ITU DI DALAM RUMAH KITA?"
"Tapi aku..."
"BERANI-BERANINYA KAU MENGANCAM DUDLEY!" raung Paman Vernon, menggebrak meja dengan tinjunya.
"Aku cuma..."
"KUPERINGATKAN KAU! AKU TAK MENGIZINKAN KEABNORMALANMU DISEBUT-SEBUT DI BAWAH ATAP RUMAH INI!"
Harry bergantian memandang wajah keunguan pamannya dan wajah pucat bibinya, yang sedang berusaha membantu Dudley bangun.
"Baiklah," kata Harry, "baiklah..."
Paman Vernon duduk kembali, tersengal seperti ba-dak bercula satu yang kehabisan napas. Dia memandang Harry lewat sudut matanya yang kecil tajam.
Sejak Harry pulang untuk liburan musim panas, Paman Vernon memperlakukannya seperti bom yang bisa meledak setiap waktu, karena Harry bukan anak biasa. Sebetulnya, dia memang sama sekali bukan anak biasa.
Harry Potter adalah penyihir—penyihir yang baru melewatkan tahun pertamanya di Sekolah Sihir Hogwarts. Dan jika keluarga Dursley tidak senang menerimanya selama liburan, itu bukan apa-apa di-banding perasaan Harry.
Harry merasa sangat rindu pada Hogwarts sehingga rasanya dia sakit perut terus-menerus. Dia merindukan kastilnya, dengan lorong-lorong rahasia dan hantu-hantunya, pelajaran-pelajarannya (walaupun mungkin tidak merindukan Snape, guru pelajaran Ramuan-nya), surat-surat yang dibawa oleh burung-burung hantu, makan bersama di Aula Besar, tidur di tempat tidurnya di menara asrama, mengunjungi si pengawas binatang liar, Hagrid, di pondoknya di dekat Hutan Terlarang, dan terutama Quidditch, olahraga paling populer di dunia sihir (enam tiang gawang tinggi, empat bola terbang, dan empat belas pemain di atas sapu terbang).
Semua buku pelajaran Harry tongkat, jubah, kuali, dan sapu top Nimbus Dua Ribu-nya dikunci di dalam lemari di bawah tangga oleh Paman Vernon begitu Harry tiba di rumah. Apa pedulinya keluarga Dursley kalau Harry kehilangan tempat di tim Quidditch asramanya karena dia tidak berlatih selama musim panas? Apa urusannya bagi keluarga Dursley jika Harry kembali ke sekolah tanpa mengerjakan PR-PR-nya? Keluarga Dursley termasuk yang oleh para penyihir disebut Muggle (tak memiliki setetes pun darah penyihir di nadi mereka) dan bagi mereka memiliki penyihir dalam keluarga adalah aib yang sangat memalukan. Paman Vernon bahkan telah meng-gembok burung hantu Harry, Hedwig, di dalam sangkarnya, untuk mencegahnya membawa surat-surat kepada siapa pun di dunia sihir.
Tampilan Harry sama sekali lain dari keluarganya. Paman Vernon gemuk dan tanpa leher, dengan kumis hitam besar. Bibi Petunia kurus berwajah kuda. Dudley berambut pirang, kulitnya agak merah jambu, jadi kesannya seperti babi. Harry, sebaliknya, kecil dan kurus, dengan mata hijau cemerlang dan rambut hitam pekat yang selalu berantakan. Dia memakai kacamata bundar, dan di dahinya ada bekas luka berbentuk sambaran kilat.
Bekas luka inilah yang membuat Harry istimewa, bahkan sebagai penyihir. Bekas luka ini satu-satunya petunjuk akan masa lalu Harry yang misterius, alasan kenapa dia ditinggalkan di depart pintu rumah keluarga Dursley sebelas tahun yang lalu.
Pada usia satu tahun, Harry, entah bagaimana ber-hasil selamat dari serangan penyihir hitam jahat ter-hebat sepanjang zaman, Lord Voldemort, yang nama-nya pun tak berani disebutkan oleh banyak penyihir. Orangtua Harry tewas dalam serangan Voldemort, tetapi Harry selamat dengan bekas luka sambaran kilatnya, dan—tak seorang pun tahu kenapa—kekuatan Voldemort punah pada saat dia gagal mem-bunuh Harry.
Maka Harry dibesarkan oleh kakak almarhum ibu-nya dan suaminya. Dia melewatkan sepuluh tahun bersama keluarga Dursley, tak pernah memahami kenapa dia tak putus-putus membuat hal-hal aneh terjadi walaupun dia tak bermaksud melakukannya. Dia mempercayai cerita keluarga Dursley bahwa bekas lukanya didapatnya dalam kecelakaan lalu lintas yang menewaskan orangtuanya.
Dan kemudian," tepatnya setahun yang lalu, Hogwarts menulis surat kepada Harry, dan kisah yang sebenarnya pun terungkap. Harry bersekolah di sekolah sihir. Di situ dia dan bekas lukanya terkenal... tetapi sekarang tahun ajaran telah usai, dan dia kem-bali bersama keluarga Dursley selama musim panas, kembali diperlakukan seperti anjing yang habis ber-guling-guling di sampah bau.
Keluarga Dursley bahkan tidak ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Harry yang kedua belas. Tentu saja, harapannya tidak rnuluk-muluk, mereka belum pernah memberinya hadiah yang layak, apalagi kue ulang tahun—tapi kalau sama sekali melupakannya...
Saat itu Paman Vernon berdeham dengan lagak sok penting dan berkata, "Nah, seperti kita semua tahu, hari ihi hari yang sangat penting."
Harry mendongak, nyaris tak berani mempercayai-nya.
"Hari ini aku mungkin akan membuat transaksi terbesar dalam karierku," kata Paman Vernon.
Harry kembali memakan roti panggangnya. Tentu saja, pikirnya getir, yang sedang dibicarakan Paman Vernon adalah acara makan malam konyol itu. Sudah dua minggu ini tak ada hal lain yang dibicarakannya. Ada pemborong kaya dan istrinya yang akan datang untuk makan malam dan Paman Vernon berharap mendapat pesanan besar darinya (perusahaan Paman Vernon memproduksi bor).
"Kurasa kita harus mengulang susunan acara kita sekali lagi," kata Paman Vernon. "Kita semua harus siap di posisi masing-masing pukul delapan nanti. Petunia, kau di...?"
"Di kamar tamu," kata Bibi Petunia segera, "siap menyambut kedatangan mereka di rumah kita dengan anggun."
"Bagus, bagus. Dan Dudley?"
"Aku siap membuka pintu." Dudley memasang se-nyum tolol. "Boleh kusimpan mantel Anda, Mr dan Mrs Mason?"
"Mereka akan menyukai Dudley!" seru Bibi Petunia terpesona. "Hebat, Dudley," kata Paman Vernon. Kemudian dia berpaling kepada Harry. "Dan kau?" "Aku akan berada di kamarku, tidak membuat suara, dan pura-pura tidak ada di sana," kata Harry datar.
"Tepat," kata Paman Vernon menyebalkan. "Aku akan membawa mereka masuk, memperkenalkan kau, Petunia, dan menuang minuman untuk mereka. Pukul delapan seperempat..."
"Akan kuumumkan makan malam telah siap," kata Bibi Petunia.
"Dan Dudley, kau akan bilang..."
"Boleh kuantar Anda ke ruang makan, Mrs Mason?" kata Dudley, menawarkan lengannya yang gemuk pada wanita yang tak kelihatan. "Gentleman kecilku yang sempurna," kata Bibi Petunia terharu.
"Dan kau?" kata Paman Vernon kejam kepada Harry.
"Aku akan berada di kamarku, tidak membuat suara, dan pura-pura tidak ada di sana," kata Harry bosan.
"Persis. Sekarang, kita harus berusaha memberikan beberapa pujian selama makan malam. Petunia, ada ide?"
"Vernon bercerita Anda pemain golf yang hebat, Mr Mason... Gaun Anda indah sekali, di mana Anda membelinya, Mrs Mason...?"
"Sempurna... Dudley?"
"Bagaimana kalau: 'Kami harus menulis karangan tentang pahlawan yang kami kagumi di sekolah, Mr Mason, dan saya menulis tentang Anda.'"
Ini sudah kelewatan, baik bagi Bibi Petunia maupun Harry, walaupun dengan alasan berbeda. Bibi Petunia menangis saking terharunya dan memeluk anaknya, sedangkan Harry membungkuk ke bawah meja, supaya mereka tidak melihatnya tertawa.
"Dan kau?" Harry berusaha membuat wajahnya serius ketika muncul dari bawah meja. "Aku akan berada di kamarku, tidak membuat suara, dan pura-pura tidak ada di sana," katanya.